24 January 2009

Versi indonesia


ENERGI TIRTA SEBAGAI SOLUSI LISTRIK DI PEDESAAN

Pada saat ini, kebutuhan energi listrik masyarakat kita belum tercukupi lebih-lebih masyarakat pedesaan yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik, pemenuhan kebutuhan energi tersebut pemerintah mencari energi alternatif seperti gas alam, batu bara, dan tenaga nuklir. Untuk memperoleh energi tersebut harus mengeluarkan biaya yang besar dan harus menggunakan teknologi tinggi apalagi penggunaan tenaga nuklir beresiko tinggi terhadap lingkungan hidup dan tampaknya energi alternatif di masa mendatang masih bertumpu pada penggunaan energi nuklir.

Dari kutipan tersebut di atas, kita peroleh gambaran bahwa untuk memenuhi kebutuhan energi dimasa mendatang masih menghandalkan penggunaan tenaga nuklir. Jika penggunaan tenaga nuklir merupakan energi alternatif di masa mendatang maka akan banyak dibangun reaktor-reaktor nuklir baru dan berapa jumlahnya kita tidak akan tahu yang jelas akan bertebaran reaktor-reaktor nuklir jika sering terjadi musibah kebocoran reaktor nuklir akan membahayakan bagi lingkungan hidup.

Dilihat dari segi biaya untuk memperoleh energi di masa mendatang memerlukan biaya yang cukup besar dan hanya dapat diupayakan oleh pemerintah saja, maka masyarakat pedesaan akan sulit untuk memenuhi kebutuhan energi baik untuk kebutuhan hidup maupun untuk kebutuhan industri karena masyarakat belum mampu menerima teknologi tinggi juga keterbatasan dana yang dimiliki.

Selain energi angin atau biasa dikenal energi bayu, panas identik dengan energi surya, kini air yang juga disebut dengan energi tirta sangat berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan. Artinya di Indonesia terdapat banyak desa terpencil yang terletak di tepi sungai dan jauh dari jaringan listrik perkotaan. Misalnya desa-desa di pedalaman pulau Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi. Umumnya tidak ada jalan darat ke desa-desa tersebut sehingga lalu lintas harus dilakukan melalui sungai. Juga tidak ada jaringan listrik di desa yang amat terpencil itu. Padahal desa tersebut umumnya memiliki potensi agribisnis yang dapat dikembangkan untuk menunjang perekonomian daerah. Artinya, untuk mendirikan industri apapun yang letaknya di tengah hutan masak harus menunggu jaringan PLN, jelas hal ini tidak mungkin. Apalah artinya jika di kawasan hutan tersebut mengalir sungai yang tidak dimanfaatkan, padahal air tersebut dapat membangkitkan energi listrik dan tergantung dari BBM.

Untuk pengadaan listrik, bisa saja masyarakat di desa tersebut membeli generator listrik secara patungan. Tetapi bahan bakarnya yang berupa minyak solar atau bensin harus didatangkan dari kota yang cukup jauh, yang berarti pengeluaran ongkos yang terus menerus dan tidak sedikit jumlahnya. Ironisnya, desa tersebut sebenarnya memiliki sumber energi yang tersedia tidak habis-habisnya, yaitu arus sungai. Tetapi apakah bisa kekuatan arus ini dapat menggantikan bahan bakar untuk menjalankan suatu generator?

Konon, peluang untuk mengadakan listrik di desa-desa terpencil itu dengan mengembangkan suatu turbin atau lebih populer dengan Kincir Air Mini yang dapat berputar oleh arus air di sepanjang sungai yang cara kerjanya untuk menjalankan generator listrik. Dengan demikian, generator ini tidak memerlukan bahan bakar solar atau bensin, cukup ditenagai oleh arus air yang selalu mengalir, dan menghasilkan listrik. Kini, di Indonesia juga sudah mulai tercetus akan penemuan semacam ini, bahkan lebih fleksibel dan inovatif. Kincir air yang ditemukan oleh Djajusman Hadi dan Budiharto di Malang Jawa Timur ini bernama “Kincir Air Kaki Angsa”. Kelebihannya dari inovasi temuan ini adalah tidak memerlukan ketinggian atau air jatuh, tidak memerlukan suatu bendungan, dan praktis dapat ditempatkan di sepanjang sungai tergantung jumlah alat yang mau ditempatkan.

Prinsip kerja kincir kaki angsa ini didasari oleh cara kerja kaki angsa pada waktu berenang. Kalau kita perhatikan secara seksama angsa berenang dan dapat bergerak maju ini disebabkan susunan selaput kaki angsa yang dapat membuka dan menutup; jika kaki angsa bergerak ke depan maka susunan selaput kaki menutup sehingga gaya tekanan air yang menghambat kaki angsa kecil dan bila kaki angsa bergerak ke belakang selaput kaki angsa membuka dan gaya tekan yang mengenai kaki angsa besar hingga dapat mendorong badan angsa maju ke depan. Gerakan kaki angsa maju mundur pada waktu berenang sebenarnya terjadi dua gaya yang bekerja pada kaki angsa yang berlawanan arah untuk diubah menjadi satu arah dengan cara membuka dan menutup selaput kaki angsa.

Sebagai ilustrasi sederhana saja, jika sepanjang sungai dipasang Kincir Air Kaki Angsa sebanyak minimal 20 buah untuk satu lokasi desa, antara satu kincir dengan kincir lain jaraknya 20 meter, maka asumsinya 1 buah kincir menghasilkan output minimal 2.500 Watt, maka wilayah tersebut akan panen listrik tanpa perlu biaya BBM dengan output 50.000 (50 Kwh). Dengan demikian, secara otomatis akan membantu PLN dan masyarakat pelosok pedesaan. Kincir yang difasilitasi oleh energi tirta ini sebenarnya mampu beroperasi pada sungai yang tidak terlalu dalam (70 cm), lebar sungai minimal 7 meter, dan kecepatan air minimal 0,4 m/dt. Dimensi alat alat ini tidak tinggi tapi lebarnya 6 meter, poros kincir berputar menggerakkan kinerja generator dan daya listrik yang dihasilkan bisa disimpan dalam rumah penyimpanan yaitu dengan menggunakan sistem baterai/charger. Fungsinya jika kondisi debit dan kecepatan air terlalu tinggi atau menurun daya listrik dapat diredam dan disimpan.


KRONOLOGIS TEMUAN

Penemu : 2 (dua) orang

Nama Penemu : DJAJUSMAN HADI, S.Sos., M. AB. , dan BUDIHARTO, S. Pd

Asal : Staf Universitas Negeri Malang (UM)

Jenis Temuan : Temuan Baru (New Invention)

Tanggal/Nomor Permintaan Paten : Tgl. 30-Juli-2002; No. P00200200460

Diumumkan oleh Kantor Paten : Tgl. 05-2-2004; No. 038.157 A


CONTACT PERSON

Djajusman Hadi (HP. 081.3333.680.20)

Budiharto (HP. 0811360629)

Alamat: Humas UM

Jalan Surabaya 6 Malang




LAIN-LAIN:

  1. Mendapat respon positif dari Mendiknas dalam Pameran Gelar Produk Perguruan Tinggi (wakil dari UM) di Depdiknas Jakarta pada tanggal 22-24 Agustus 2005.
  2. Mendapat pengakuan dari DP3M Ditjen Dikti Depdiknas atas temuan yang dapat digunakan sebagai contoh bagi dunia perguruan tinggi dan masyarakat di Indonesia, tahun 2005.
  3. Terpilih TVRI Nasional dalam kegiatan gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) dan diproduksi selama 3 (tiga) hari dan ditayangkan selama 7 kali, baik regional maupun nasional (2005-2008).

Gambar-Gambar



2 Comentários:

Admin said...

wah benernih. info yang sangat bagus ayo kita suarakan save green peace untuk kehidupan mendatang

sarahyuzza said...

setuju bos... memang seharusnya begitu....

Followers

Water Wheel © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO